Paradigma Administrasi Publik

Diposting oleh erfan setiawan on Kamis, 27 Oktober 2011

Administrasi Lama
Administrasi publik merupakan ilmu sosial yang dinamis, setiap saat senantiasa mengalami perubahan sejalan dengan perubahan zaman, peradaban dan teknologi.
Berbagai aspek administrasi sebenarnya telah ada dan dijalankan semenjak peradaban manusia mulai terstruktur. Kekaisaran Romawi kuno, berbagai dinasti di China, misalnya, bahkan kerajaan-kerajaan di Nusantara pun sebenarnya telah mempraktekan adminstrasi.
Awal pemikiran atau embrio dari konseptualisasi administrasi publik modern tidak terlepas dari para pemikir mengenai politik dan pemerintahan, seperti Plato, Aristotle dan Machiavelli. Machiavelli misalnya pada tahun 1532 menulis buku berjudul ”The Prince” yang menjelaskan beberapa petunjuk bagi para penguasa dalam menjalankan kekuasaannya didaratan Eropa pada masa itu.


Banyak ahli sependapat bahwa dasar-dasar pemikiran administrasi publik modern diletakkan oleh seorang profesor ilmu politik yang kemudian menjadi Presiden Amerika Serikat, Woodrow Wilson. Pemikiran Wilson dituangkan didalam tulisannya yang diberi judul, ”The Study of Adminisration” yang diterbitkan pada tahun 1873. Konsep dari Wilson yang terkenal adalah pemisahan antara politik dan adminstrasi publik. Sejak itu, selama satu abad
lebih administrasi publik, baik sebagai bidang studi maupun sebagai profesi terus berkembang.
Proses industrialisasi yang berlangsung pesat di Amerika dan Eropa pada awal abad 20, mendorong berkembangnya konsep-konsep manajemen, seperti manajemen ilmiah dari Taylor (1912) yang diperkuat antara lain oleh Fayol (1916) dan Gulick (1937), dan konsep-konsep organisasi, seperti model organisasi yang disebut birokrasi dari Weber (1922). Banyak pemikiran baru lahir pada sekitar pertengahan abad ke 20, antara lain yang besar sekali dampaknya pada perkembangan ilmu administrasi, adalah dari Simon (1947) seorang ahli ekonomi, yang kemudian memperoleh hadiah Nobel. Ia mengetengahkan pandangan yang terus melekat dalam perkembangan ilmu ini selanjutnya, yaitu bahwa pada intinya administrasi adalah pengambilan keputusan.
Menjelang dan memasuki Perang Dunia II program sosial yang besar, seperti New Deal di Amerika Serikat dan pengendalian mesin perang telah menampilkan administrasi publik pada tataran yang makin menonjol. Program rehabilitasi pasca perang dunia serta bangkitnya negara-negara baru yang sebelumnya adalah wilayah-wilayah jajahan makin memperbesar peran administrasi publik.
Upaya mengembangkan administrasi sebagai disiplin ilmu yang berdiri sendiri diperkuat dengan studi perbandingan administrasi publik, antara lain dengan dibentuknya Comparative Administration Group (CAG) pada tahun 1960 oleh para pakar administrasi, seperti John D. Montgomery, William J. Siffin, Dwight Waldo, George F. Grant, Edward W. Weidner, dan Fred W. Riggs. Dari CAG inilah lahir konsep administrasi pcmbangunan (development administration), sebagai bidang kajian baru. Kelahirannya didorong oleh kebutuhan membangun administrasi di negara-negara berkembang.
Pada dua dasawarsa akhir abad ke 20, dunia kembali mengalami perubahan besar. Runtuhnya komunisme dan terjadinya proses globalisasi telah menimbulkan kebutuhan akan pendekatan-pendekatan baru dalam ilmu-ilmu sosial.
7
Administrasi publik baru
Pemikiran dalam administrasi yang berkembang selanjutnya sangat dipengaruhi oleh paham-paham demokrasi, seperti administrasi yang partisipatif, yang menempatkan administrasi di tengah-tengah masyarakatnya dan tidak di atas atau terisolasi darinya (Montgomery, 1988). Pemikiran ini selain ingin menempatkan administrasi sebagai instrumen demokrasi, juga mencoba menggunakan administrasi sebagai alat untuk menyalurkan aspirasi masyarakat bawah. Implikasi lain dari pemikiran tersebut adalah bahwa sistem administrasi memiliki dimensi ruang dan daerah yang penyelenggaraannya juga dipengaruhi oleh sistem pemerintahan, politik, dan ekonomi. Kesemua itu menuntut reorientasi peranan administrasi publik.
Dalam upaya merevitalisasi ilmu administrasi, Waldo memprakarsai pertemuan sejumlah pakar muda ilmu administrasi, untuk mempelajari masalah-masalah konseptual yang dihadapi ilmu administrasi, dan berusaha memecahkannya. Perkembangan itu melahirkan dorongan untuk meningkatkan desentralisasi dan makin mendekatkan pelayanan kepada masyarakat. Kesemua itu menandakan bergulirnya gerakan administrasi publik baru (new public administration).
Pada dasarnya administrasi publik baru itu ingin mengetengahkan bahwa administrasi tidak boleh bebas nilai dan harus menghayati, memperhatikan, serta mengatasi masalah-masalah sosial yang mencerminkan nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat. Frederickson (1971), seorang pelopor gerakan ini lebih tegas lagi menyatakan bahwa administrasi publik harus memasukkan aspek pemerataan dan keadilan sosial (social equity) ke dalam konsep administrasi. Ia bahkan menegaskan bahwa administrasi tidak dapat netral. Dengan begitu administrasi publik haru mengubah pola pikir yang selama ini menghambat terciptanya keadilan sosial. Kehadiran gagasan-gagasan baru itu menggambarkan lahirnya paradigma baru dalam ilmu administrasi.
Drucker (1989) menegaskan bahwa apa yang dapat dilakukan lebih baik atau sama baiknya oleh masyarakat, hendaknya jangan dilakukan oleh pemerintah. Itu tidak berarti bahwa pemerintah harus besar atau kecil, tetapi
8
pekerjaannya harus efisien dan efektif. Seperti juga dikemukakan oleh Wilson (1989), birokrasi tetap diperlukan tetapi harus tidak birokratis. Osborne dan Gaebler (1993) mencoba “menemukan kembali pemerintah", dengan mengetengahkan konsep entrepreneurial government.
Memasuki dasawarsa 80-an tampil manajemen publik (public management) sebagai bidang studi yang makin penting dalam administrasi negara. Manajemen publik yang di masa lalu lebih banyak memberi perhatian pada masalah anggaran dan personil telah berkembang bersama teknologi informasi. Manajemen publik kini juga mencakup manajemen dalam sistem pengambilan keputusan, sistem perencanaan, sistem pengendalian dan pengawasan, serta berbagai aspek lainnya.
Bersamaan dengan menguatnya pengaruh managerialism dalam administrasi publik di Inggris dan beberapa negara lainnya, dan kemudian juga di Amerika Serikat muncul pemikiran baru dengan konsep ”New Public Management” (NPM); pemikiran ini digagas oleh Patrick Dunleavy (1991) beserta rekan-rekannya. Konsep ini memfokuskan pada pemisahan birokrasi pada unit yang lebih kecil, kompetisi antara pemerintah dan swasta dalam penyediaan jasa publik, dan perubahan motivasi dari sekedar pelayan publik menjadi motif ekonomi, dengan memberikan insentif pada pelayanan publik seperti yang diberikan dalam usaha swasta. NPM menekankan performance sebagai kriteria utama, dengan menerapkan teknologi manajemen yang digunakan di lingkungan swasta ke lingkungan publik. Dan yang cukup mendasar pula adalah didorongnya swasta melakukan kegiatan yang sebelumnya merupakan wilayah kerja birokrasi dalam pemerintah. Konsekwensi dari penerapan konsep tersebut adalah perlunya reformasi birokrasi secara kelembagaan.
Dari uraian di atas tampak bahwa administrasi publik modern, baik sebagai ilmu maupun dalam praktik, terus berkembang, baik di negara berkembang (sebagai administrasi pembangunan) maupun di negara maju dengan berbagai gerakan pembaharuan. Demikian juga terlihat bahwa ada konvergensi dari pemikiran-pemikiran yang melahirkan berbagai konsep pembangunan dengan pandangan-pandangan dalam ilmu administrasi yang mengarah pada makin terpusatnya perhatian pada aspek manusia serta nilai-
9
nilai kemanusiaan yang tercermin dalam berbagai pendekatan yang sedang berkembang, termasuk konsep pembangunan yang berkelanjutan.
Perkembangan paradigma dalam ekonomi pembangunan berjalan sejalan dengan paradigma administrasi publik yang berkembang sejak dekade 1990-an hingga dekade 2000-an, yaitu telah bergeser dari paradigma pengembangan administrasi semata (empowering the administration) kepada paradigma pemberdayaan masyarakat sebagai mitra dalam administrasi publik (empowering the people to become partners in public administration). Paradigma perkembangan administrasi publik yang mengarah kepada demokratisasi administrasi publik merupakan perwujudan dari pergeseran paradigma government kepada paradigma governance.
Selain itu pesatnya perkembangan teknologi informasi telah menjadikan penyelenggaraan administrasi pemerintahan menjadi serba elektronik. Istilah e-government dan e-governance merupakan cerminan dari penerapan teknologi informasi dalam administrasi publik. Dengan berkembang pesatnya teknologi informasi maka dapat diprediksi bahwa di masa datang akan terjadi gelombang perubahan yang besar lagi dalam paradigma administrasi publik.

{ 5 komentar... read them below or add one }

Unknown mengatakan...

Ilmu Administrasi Negara, Waah.. Mantap..

Berbagi Coment Yah..

http://goo.gl/yTqbc

erfan setiawan mengatakan...

siiiiippp gan..
ma kasih udh mampir gan...
slam blogger gan....

Unknown mengatakan...

gan bagimana dengan keadministrasian RI apakah sudah terstruktur dengan baik.. :)

Unknown mengatakan...

Ayo Belajar Ilmu ADM....

erfan setiawan mengatakan...

menurut sya gan, baik itu keadministrasian maupun perumusan kebijakan publik, sudah benar gan...
tapi semua tergantung dri implementasinya gan yg bnyak penyelewengan, mka nya terlihat semua birokrasi yga ada jdi semrawut...

Posting Komentar

sillahkan tinggalkan komentar anda,,,
agar saya bisa mengunjungi blog anda kembali.,. :)

Academics Blogs
blog directory Active Search Results Ping your blog, website, or RSS feed for Free Free Page Rank Tool Page Rank Checker
TIPS-BLOGBEGO W3 Directory - the World Wide Web Directory